Ibu (*_*)

Ibu (*_*)

Rabu, 15 April 2015

Jenis-jenis Belajar



Tugas Ilmu Jiwa Belajar
JENIS-JENIS BELAJAR

1.      Part Learning / Tractioned Learning (Belajar Bagian)
Umumnya belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila ia dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif, misalnya mempelajari sajak ataupun gerakan-gerakan motoris seperti bermain silat. Dalam hal ini individu memecahkan seluruh materi pelajaran menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri. Sebagai lawan dari cara belajar bagian adalah cara belajar keseluruhan atau belajar global.
2.      Learning by Insight (Belajar dengan Wawasan)
Konsep belajar wawasan diperkenalkan oleh W. Kohler, salah seorang tokoh psikologi Gestalt pada permulaan tahun 1971. Sebagai suatu konsep, wawasan (insight) ini merupakan pokok utama dalam pembicaraan psikologi belajar dan proses berfikir. Menurut Gestalt teori wawasan merupakan proses mereorganisasikan  pola-pola tingkah laku yang telah terbentuk menjadi suatu tingkah laku yang ada hubungannya dengan penyelesaian suatu persoalan.
G.A.Miller, yang menganjurkan behaveorisme subjektif, menurut pendapatnya, wawasan barang kali merupakan kreasi dari “rencana penyelesaian” yang mengontrol rencana-rencana subordinasi lain (pola tingkah laku) yang telah di bentuk.
Misalnya, seorang siswa tidak bisa mengerjakan soal-soal matematika, kemudian guru mengajarinya. Ketika suatu hari teman sebangkunya kesulitan mengerjakan soal matematika maka ia bisa memberi tahu temannya, sebab ia pernah belajar soal tersebut.
Atau, suatu hari Andi terjatuh dari sepeda, kakinya terluka dan orang tuanya memberinya obat merah. Maka pada suatu hari ketika adiknya terjatuh dari sepeda dan terluka, Andi bisa memberi obat merah kepada adiknya seperti yang telah dialaminya.
Pada intinya, dalam belajar ini, seseorang yang memiliki suatu pengalaman akan mengaplikasikan pengalamannya tersebut ketika ia mengalami hal yang sama di kemudian hari.
3.      Discriminative Learning (Belajar Diskriminatif)
Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Dengan pengertian ini maka dalam eksperimen, subyek diminta untuk berespon secara berbeda-beda terhadap stimulus yang berlainan.
Belajar diskriminatif terjadi bila individu memberikan reaksi yang berbeda-beda pada rangsangan (stimulus) berupa benda, suasana atau pengalaman yang mempunyai kesamaan. Misalnya seorang guru menggambar lingkaran di papan tulis, para siswa ada yang menerka guru tersebut menggambar bola, bumi, atau ban sepeda.
4.      Global Whole Learning (Belajar Global atau Keseluruhan)
Disini bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya, lawan dari belajar keseluruhan adalah belajar bagian. Metode belajar keseluruhan sering juga disebut metode Gestalt.
Contoh dari belajar keseluruhan adalah sebagai berikut. Seseorang yang mempelajari Al Qur’an, tidak bisa dipisahkan materi-materi yang dipelajari seperti tajwid dan makhorijul huruf. Semuanya harus dipelajari secara serentak, paling tidak harus dipelajari secara berurutan, misalnya makhorijul huruf terlebih dahulu, barulah belajar tajwid. Jadi seseorang yang belajar Al Qur’an harus mempelajarinya secara keseluruhan atau berurutan, bukan dipelajari sebagai materi-materi yang berdiri sendiri.
5.      Incidental Learning (Belajar Insidental)
Konsep belajar insidental ini bertentangan dengan anggapan bahwa belajar itu selalu berarah tujuan. Sebab dalam belajar insidental pada individu tidak ada sama sekali kehendak untuk belajar. Atas dasar ini maka untuk kepentingan penelitian disusun perumusan operasional sebagai berikut: belajar disebut insidental bila tidak ada instruksi atau petunjuk yang  diberikan pada individu mengenai materi belajar yang akan diujikan. Dalam kehidupan sehari-hari, belajar insidental ini merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu di antara para ahli, belajar insidental ini merupakan bahan pembicaraan yang menarik.
Misalnya, seorang anak yang bermain puzzle, sebenarnya dia tidak berniat untuk belajar, namun hanya ingin bermain. Tetapi dalam permainan itu sesungguhnya ia telah belajar. Sehingga ketika suatu hari dilakukan tes oleh orang tuanya untuk memasang puzzle yang lain, maka ia bisa melakukannya.
6.      Instrumental Learning (Belajar Instrumental)
Pada Jenis belajar instrumental, reaksi-reaksi seorang siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal. Oleh karena itu, cepat atau lambatnya seorang belajar dapat diatur dengan jalan memberikan penguat atas dasar tingkat kebutuhan. Dalam hal ini maka salah satu bentuk belajar instrumental yang khusus adalah pembentukan tingkah laku.
Mislnya, seorang guru memberikan pertanyaan kepada muridnya, kemudian siapa yang bisa memberi jawaban atau penjelasan akan mendapatkan hadiah atau skor dari guru.
7.      Intentional Learning (Belajar Intensional)
Yaitu belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar insidental. Artinya belajar ini terjadi bila ada instruksi atau petunjuk yang  diberikan pada individu mengenai materi belajar yang akan diujikan.
Contohnya adalah belajar di sekolah formal seperti biasa, yang di setiap hari terdapat jadwal yang mengatur kapan mata pelajaran tertentu akan dipelajari atau mata pelajaran apa yang akan diujikan.
8.      Laten Learning (Belajar Laten)
Dalam belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku tidak terjadi secara segera dan oleh karena itu disebut laten.
Contoh dari belajar laten adalah ketika seseorang belajar tentang sifat sabar, dan saling membantu, perubahan tingkah laku tidakterjadi secara segera, perubahan tingkah laku terjadi ketika sudah ada rangsangan baru. Dan perubahan tingkah laku ini juga terjadi dengan adanya kesadaran dari orang yang belajar. Selain itu perubahan tidak serta merta terjadi, kecuali ada pembiasaan.
Contoh dari pembiasaan tersebut adalah, ketika seorang anak diajarkan untuk mencium tangan orang yang lebih tua, untuk awal mula, mungkin sang anak merasa canggung sehingga tingkah laku tersebut tidak secara segera dilaksanakan sehari-hari. Namun ketika dibiasakan, barulah tingkah laku tersebut bisa segera atau secara terbiasa dilakukan.
9.      Mental Learning (Belajar Mental)
Perubahan kemungkinan tingkah laku  yang terjadi disini tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa proses kognitif karena ada bahan yang dipelajari. Ada tidaknya belajar mental ini sangat jelas terlihat pada tugas-tugas yang sifatnya motoris. Sehingga perumusan operasional juga menjadi sangat berbeda.
Ada yang mengartikan belajar mental sebagai belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan orang lain dan lain-lain.
Berikut ini juga diuraikan tentang Belajar Kognitif yang berkaitan dengan mental. Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalamannya kepada temuannya. Ketika dia menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak dapat menghadirrkan objek-objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu di hadapan temannya itu, dia hanya dapat menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Gagasan atau tanggapan tentang objek-objek yang dilihat itu dituangkan dalam kata-kata atau kalimat yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah dimiliki, maka seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu.
Belajar kognitif itu penting. Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Tidak mungkin bisa kegiatan mental tidak berproses ketika memberikan tanggapan terhadap ojek-objek yang diamati. Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses mental yang bergerak ke arah perubahan.
10.  Productive Learning (Belajar Produktif)
R. Berguis (1964) memberikan arti belajar produktif sebagai belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur kemungkinan untuk melakukan transfer tingkah laku dari satu situasi ke situasi yang lain. Belajar disebut produktif bila individu mampu mentransfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi ke situasi yang lain.
Misalnya, seseorang telah belajar satu rumus matematika. Ketika belajar Ilmu Pengetahuan Sosial, ia menggunakan rumus matematika yang telah ia pelajari untuk menyelasaikan soal cerita yang berkaitan dengan hitungan dalam bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial tersebut.
11.  Verbal Learning (Belajar Verbal)
Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal degan melalui ingatan dan latihan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan dalam eksperimen klasik dari Ebinghaus.
Verbal berkaitan dengan arti kata-kata, jadi bisa dikatakan sebagai belajar arti kata-kata. Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah dikenal, tetapi belum tahu artinya. Misalnya, pada anak kecil, dia sudah mengetahui kata “kucing” atau “anjing”, tetapi dia belum mengetahui bendanya, yaitu binatang yang disebutkan dengan kata itu. Namun lama kelamaan dia mengetahui juga apa arti kata “kucing” atau “anjing”. Dia sudah tahu bahwa kedua binatang itu berkaki empat dan dapat berlari. Suatu ketika melihat seekor anjing dan anak tadi menyebutnya “kucing”. Koreksi dilakukan bahwa itu bukan kucing, tetapi anjing. Anak itu pun tahu bahwa anjing bertubuh besar dengan telinga yang cukup panjang, dan kucing itu bertubuh kecil dengan telinga yang kecil dari pada anjing.
Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum diketahui. Tanpa hal ini, maka sukar menggunakannya. Kalau pun dapat menggunakannya, tidak urung ditemukan kesalahan penggunaan. Mengerti arti kata-kata merupakan dasar-dasar terpenting. Orang yang membaca akan mengalami kesukaran untuk memahami isi bacaan. Karena ide-ide yang terpatri dalam setiap kata. Dengan kata-kata itulah, para penulis atau pengarang melukiskan ide-idenya kepada pembaca. Oleh karena itu, penguasaan arti kata-kata adalah penting dalam belajar.
Kemudia dilanjutkan dengan Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning). Belajar asosiasi verbal terjadi bila individu telah mengetahui kata-kata atau sebutan dan dapat menangkap makna yang bersifat verbal. Misalnya kapal terbang seperti burung atau kereta api seperti ular.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar