Tugas
Ilmu Jiwa Belajar
JENIS-JENIS
BELAJAR
1.
Part
Learning / Tractioned Learning (Belajar Bagian)
Umumnya belajar bagian dilakukan oleh
seseorang bila ia dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau
ekstensif, misalnya mempelajari sajak ataupun gerakan-gerakan motoris seperti
bermain silat. Dalam hal ini individu memecahkan seluruh materi pelajaran
menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri. Sebagai lawan dari
cara belajar bagian adalah cara belajar keseluruhan atau belajar global.
2.
Learning
by Insight (Belajar dengan Wawasan)
Konsep belajar wawasan diperkenalkan
oleh W. Kohler, salah seorang tokoh psikologi Gestalt pada permulaan tahun
1971. Sebagai suatu konsep, wawasan (insight) ini merupakan pokok utama dalam
pembicaraan psikologi belajar dan proses berfikir. Menurut Gestalt teori
wawasan merupakan proses mereorganisasikan pola-pola tingkah laku yang
telah terbentuk menjadi suatu tingkah laku yang ada hubungannya dengan
penyelesaian suatu persoalan.
G.A.Miller,
yang menganjurkan behaveorisme subjektif, menurut pendapatnya, wawasan barang
kali merupakan kreasi dari “rencana penyelesaian” yang mengontrol rencana-rencana
subordinasi lain (pola tingkah laku) yang telah di bentuk.
Misalnya,
seorang siswa tidak bisa mengerjakan soal-soal matematika, kemudian guru
mengajarinya. Ketika suatu hari teman sebangkunya kesulitan mengerjakan soal
matematika maka ia bisa memberi tahu temannya, sebab ia pernah belajar soal
tersebut.
Atau,
suatu hari Andi terjatuh dari sepeda, kakinya terluka dan orang tuanya
memberinya obat merah. Maka pada suatu hari ketika adiknya terjatuh dari sepeda
dan terluka, Andi bisa memberi obat merah kepada adiknya seperti yang telah
dialaminya.
Pada
intinya, dalam belajar ini, seseorang yang memiliki suatu pengalaman akan
mengaplikasikan pengalamannya tersebut ketika ia mengalami hal yang sama di
kemudian hari.
3.
Discriminative
Learning (Belajar Diskriminatif)
Belajar diskriminatif diartikan sebagai
suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi dan kemudian menjadikannya
sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Dengan pengertian ini maka dalam
eksperimen, subyek diminta untuk berespon secara berbeda-beda terhadap stimulus
yang berlainan.
Belajar diskriminatif terjadi bila
individu memberikan reaksi yang berbeda-beda pada rangsangan (stimulus) berupa
benda, suasana atau pengalaman yang mempunyai kesamaan. Misalnya seorang guru
menggambar lingkaran di papan tulis, para siswa ada yang menerka guru tersebut
menggambar bola, bumi, atau ban sepeda.
4.
Global
Whole Learning (Belajar Global atau Keseluruhan)
Disini bahan pelajaran dipelajari secara
keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya, lawan dari belajar
keseluruhan adalah belajar bagian. Metode belajar keseluruhan sering juga
disebut metode Gestalt.
Contoh dari belajar keseluruhan adalah
sebagai berikut. Seseorang yang mempelajari Al Qur’an, tidak bisa dipisahkan
materi-materi yang dipelajari seperti tajwid dan makhorijul huruf. Semuanya
harus dipelajari secara serentak, paling tidak harus dipelajari secara
berurutan, misalnya makhorijul huruf terlebih dahulu, barulah belajar tajwid.
Jadi seseorang yang belajar Al Qur’an harus mempelajarinya secara keseluruhan
atau berurutan, bukan dipelajari sebagai materi-materi yang berdiri sendiri.
5.
Incidental
Learning (Belajar Insidental)
Konsep belajar insidental ini
bertentangan dengan anggapan bahwa belajar itu selalu berarah tujuan. Sebab
dalam belajar insidental pada individu tidak ada sama sekali kehendak untuk
belajar. Atas dasar ini maka untuk kepentingan penelitian disusun perumusan
operasional sebagai berikut: belajar disebut insidental bila tidak ada
instruksi atau petunjuk yang diberikan pada individu mengenai materi belajar
yang akan diujikan. Dalam kehidupan sehari-hari, belajar insidental ini
merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu di antara para ahli, belajar
insidental ini merupakan bahan pembicaraan yang menarik.
Misalnya, seorang anak yang bermain puzzle,
sebenarnya dia tidak berniat untuk belajar, namun hanya ingin bermain. Tetapi
dalam permainan itu sesungguhnya ia telah belajar. Sehingga ketika suatu hari
dilakukan tes oleh orang tuanya untuk memasang puzzle yang lain, maka ia bisa
melakukannya.
6.
Instrumental
Learning (Belajar Instrumental)
Pada Jenis belajar instrumental,
reaksi-reaksi seorang siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang
mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil
atau gagal. Oleh karena itu, cepat atau lambatnya seorang belajar dapat diatur
dengan jalan memberikan penguat atas dasar tingkat kebutuhan. Dalam hal ini
maka salah satu bentuk belajar instrumental yang khusus adalah pembentukan
tingkah laku.
Mislnya, seorang guru memberikan
pertanyaan kepada muridnya, kemudian siapa yang bisa memberi jawaban atau
penjelasan akan mendapatkan hadiah atau skor dari guru.
7.
Intentional
Learning (Belajar Intensional)
Yaitu
belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar insidental. Artinya
belajar ini terjadi bila ada instruksi atau petunjuk yang
diberikan pada individu mengenai materi belajar yang akan diujikan.
Contohnya adalah belajar di sekolah
formal seperti biasa, yang di setiap hari terdapat jadwal yang mengatur kapan
mata pelajaran tertentu akan dipelajari atau mata pelajaran apa yang akan
diujikan.
8.
Laten
Learning (Belajar Laten)
Dalam belajar laten, perubahan-perubahan
tingkah laku tidak terjadi secara segera dan oleh karena itu disebut laten.
Contoh dari belajar laten adalah ketika
seseorang belajar tentang sifat sabar, dan saling membantu, perubahan tingkah
laku tidakterjadi secara segera, perubahan tingkah laku terjadi ketika sudah
ada rangsangan baru. Dan perubahan tingkah laku ini juga terjadi dengan adanya
kesadaran dari orang yang belajar. Selain itu perubahan tidak serta merta
terjadi, kecuali ada pembiasaan.
Contoh dari pembiasaan tersebut adalah,
ketika seorang anak diajarkan untuk mencium tangan orang yang lebih tua, untuk
awal mula, mungkin sang anak merasa canggung sehingga tingkah laku tersebut
tidak secara segera dilaksanakan sehari-hari. Namun ketika dibiasakan, barulah
tingkah laku tersebut bisa segera atau secara terbiasa dilakukan.
9.
Mental
Learning (Belajar Mental)
Perubahan kemungkinan tingkah laku
yang terjadi disini tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa proses
kognitif karena ada bahan yang dipelajari. Ada tidaknya belajar mental ini
sangat jelas terlihat pada tugas-tugas yang sifatnya motoris. Sehingga
perumusan operasional juga menjadi sangat berbeda.
Ada yang mengartikan belajar mental
sebagai belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan
orang lain dan lain-lain.
Berikut ini juga diuraikan tentang
Belajar Kognitif yang berkaitan dengan mental. Objek-objek yang diamati
dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang
merupakan sesuatu bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan hasil
perjalanannya berupa pengalamannya kepada temuannya. Ketika dia menceritakan
pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak dapat menghadirrkan
objek-objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu di hadapan
temannya itu, dia hanya dapat menggambarkan semua objek itu dalam bentuk
kata-kata atau kalimat. Gagasan atau tanggapan tentang objek-objek yang dilihat
itu dituangkan dalam kata-kata atau kalimat yang disampaikan kepada orang yang
mendengarkan ceritanya.
Bila tanggapan berupa objek-objek
materiil dan tidak materiil telah dimiliki, maka seseorang telah mempunyai alam
pikiran kognitif. Itu berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki
seseorang, semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu.
Belajar kognitif itu penting. Dalam
belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif.
Tidak mungkin bisa kegiatan mental tidak berproses ketika memberikan tanggapan
terhadap ojek-objek yang diamati. Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses
mental yang bergerak ke arah perubahan.
10. Productive Learning (Belajar
Produktif)
R.
Berguis (1964) memberikan arti belajar produktif sebagai belajar dengan
transfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur kemungkinan untuk melakukan
transfer tingkah laku dari satu situasi ke situasi yang lain. Belajar disebut
produktif bila individu mampu mentransfer prinsip menyelesaikan satu persoalan
dalam satu situasi ke situasi yang lain.
Misalnya,
seseorang telah belajar satu rumus matematika. Ketika belajar Ilmu Pengetahuan
Sosial, ia menggunakan rumus matematika yang telah ia pelajari untuk
menyelasaikan soal cerita yang berkaitan dengan hitungan dalam bidang studi
Ilmu Pengetahuan Sosial tersebut.
11. Verbal Learning (Belajar Verbal)
Belajar verbal adalah belajar mengenai
materi verbal degan melalui ingatan dan latihan. Dasar dari belajar verbal
diperlihatkan dalam eksperimen klasik dari Ebinghaus.
Verbal berkaitan dengan arti kata-kata,
jadi bisa dikatakan sebagai belajar arti kata-kata. Belajar arti kata-kata
maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata
yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah dikenal, tetapi belum tahu
artinya. Misalnya, pada anak kecil, dia sudah mengetahui kata “kucing” atau “anjing”,
tetapi dia belum mengetahui bendanya, yaitu binatang yang disebutkan dengan
kata itu. Namun lama kelamaan dia mengetahui juga apa arti kata “kucing” atau
“anjing”. Dia sudah tahu bahwa kedua binatang itu berkaki empat dan dapat
berlari. Suatu ketika melihat seekor anjing dan anak tadi menyebutnya “kucing”.
Koreksi dilakukan bahwa itu bukan kucing, tetapi anjing. Anak itu pun tahu
bahwa anjing bertubuh besar dengan telinga yang cukup panjang, dan kucing itu
bertubuh kecil dengan telinga yang kecil dari pada anjing.
Setiap pelajar atau mahasiswa pasti
belajar arti kata-kata tertentu yang belum diketahui. Tanpa hal ini, maka sukar
menggunakannya. Kalau pun dapat menggunakannya, tidak urung ditemukan kesalahan
penggunaan. Mengerti arti kata-kata merupakan dasar-dasar terpenting. Orang
yang membaca akan mengalami kesukaran untuk memahami isi
bacaan. Karena ide-ide yang terpatri dalam setiap kata. Dengan kata-kata
itulah, para penulis atau pengarang melukiskan ide-idenya kepada pembaca. Oleh
karena itu, penguasaan arti kata-kata adalah penting dalam belajar.
Kemudia dilanjutkan dengan Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning). Belajar asosiasi
verbal terjadi bila individu telah mengetahui kata-kata atau sebutan dan dapat
menangkap makna yang bersifat verbal. Misalnya kapal terbang seperti burung
atau kereta api seperti ular.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar